Jumat, 03 November 2017

TUGAS MID
ETIKA BISNIS


DOSEN PENGAJAR : AHMAD RIFANI, SE. MM



Oleh

AULIA RIZKIANA                                           C1B114235
GHIINA ANUM DIPO DAWAAAM              C1B114242
LISTYA ARISANTY                                        C1B114032
NIKKI NASTASYA                                          C1B114231
WAFA                                                                  C1B114233



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017

-----------------------

BAB 1
ETIKA DAN BISNIS

1.      Pendahuluan
Ketika mendengar kata ‘bisnis’ apa yang tersirat dalam pikiran Anda? Apakah yang tersirat tersebut adalah perusahaan besar? Atau sebuah organisasi besar? Atau perusahaan/organisasi biasa-biasa saja? Atau sebuah bisnis industry perumahan (Home Industry)?
Bisnis bisa dijalankan dengan cara berbeda antara suatu negara atau organisasi atau perusahaan baik dari sisi budaya, politik, hukum, ekonomi, perilaku maupun sudut pandang. Bisnis sudah tak mengenal ruang dan waktu, dari bisnis yang hanya mempertukarkan barang dengan barang (barter) sampai dengan bisnis dengan menggunakan sarana teknologi dan informasi.  Transaksi bisnis kini dapat diwujudkan tanpa harus adanya pertemuan fisik pembeli dan penjual. Mereka bisa tinggal dimana saja, dan kapan saja dapat menyelenggarakan aktivitas bisnisnya. Teknologi dan Informasi (komunikasi) telah mengubah dunia yang begitu luas menjadi semakin kecil, kini dunia seakan telah menjadi sebuah kampung besar yang dengan mudah dijangkau manusia.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada bcberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Bisnis yang baik adalah bisnis bermoral, yakni suatu bisnis yang tidak saja menempatkan dan mementingkan pribadi pelakunya semata. Bisnis tidak melarang keuntungan yang besar bagi suatu perusahaan. Hanya saja semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula tanggung jawab etika dan sosialnya kepada masyarakat. Dalam ajaran etika, selain untuk membahagiakan dirinya, pelaku bisnis juga mengemban amanah dan kewajiban untuk membahagiakan orang lain dan masyarakat sekitarnya. Memelihara alam dengan segala sumber dayanya adalah juga tanggung jawab kita semua, dan pelaku bisnis harus berada di barisan depannya.
Tantangan yang paling mendasar dalam upaya menciptakan pelaku usaha beretika adalah bagaimana mensosialisasi nilai-nilai etika bisnis itu dan menjadikannya sebagai acuan dalam setiap perilaku pebisnis kita. Nilai-nlai positif yang terkandung dalam etika sepantasnya menjadi panutan dari pemimpin organisasi bisnis dalam berbagai skala dan dimanapun mereka berada. Terkesan banyak pelaku usaha yang masih keberatan dengan penyelenggaraan etika dalam usaha bisnisnya. Padahal dalam banyak hasil penelitian etika, jarang sekali ditemukan pebisnis yang mempraktikkan nilai etika gagal dalam bisnisnya. Malah sebaliknya praktik etika yang baik dalam setiap kegiatan bisnis akan mendukung keberhasilan usaha, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Keberadaan nilai dalam etika bisnis adalah penting, krusial dan strategis. Hal ini bermakna bahwa penyelenggaraan etika bisnis tidak bisa terlepas dari kemampuan menerima dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam setiap kegiatan bisnisnya. Nilai adalah sesuatu yang benar, yang baik dan yang indah. Keberadaan nilai dalam banyak hal dapat mempersatukan orang-orang yang terlibat dalam suatu bisnis dan menyelesaikan konflik nilai yang terjadi, sehingga dengan demikian penganutan nilai oleh pelaku bisnis itu akan memudahkan pencapaian tujuan organisasinya.

A.    Pengertian Etika
Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha. "Ethos" yang berarti sikap, cara berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin "mos" yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Etika dan Moral memiliki arti yang sama, namun dalam pemakaian sehari-harinya ada sedikit perbedaan. Moral biasanya dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai/dikaji (dengan kata lain perbuatan itu dilihat dari dalam diri orang itu sendiri), artinya moral disini merupakan subjek, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada dalam kelompok atau masyarakat tertentu (merupakan aktivitas atau hasil pengkajian).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah etika diartikan sebagai:
1.   Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
2.   Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.   Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa etika adalah merupakan suatu cabang ilmu filsafat, tujuannya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai yang tentunya dapat diterima oleh suatu golongan tertentu atau individu. Menurut Wiley (1995 dalam Mauro et al., 1999) "Ethics is concerned with moral obligation, responsibility, and social justice" Hal ini berarti bahwa etika berpengaruh terhadap kewajiban moral, tanggung jawab, dan keadilan sosial. Etika secara lebih kontemporer mencerminkan karakter perusahaan, yang merupakan kumpulan individu-individu. Etika menjelaskan standar dan norma perilaku tanggungjawab masyarakat, kemudian di internalkan kepada masing-masing karyawan dalam organisasi (Daft, 1992).
Moral dan etika mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi orientasi bagaimana dan ke mana harus melangkah dalam hidup ini, namun terdapat sedikit perbedaan bahwa moralitas langsung menunjukkan inilah caranya untuk melangkah sedangkan etika justru mempersoalkan apakah harus melangkah dengan cara ini? Dan mengapa harus dengan cara itu. Dengan kata lain moralitas adalah suatu pranata, sedangkan etika adalah sikap kritis setiap pribadi atau kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas. Pada akhirnya etika memang menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas. Etika berusaha membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaku usaha dapat memperoleh ilmu etika melalui teori etika, selain pengalaman dan informasi moral yang diterima dari berbagai sumber. Dalam teori etika terungkap etika deontologi, etika teleologi, etika hak dan etika Keutamaan.
1)      Etika Deontologi
 Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang  berkewajiban" atau sesuai dengan prosedur dan logos yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu bersifat mengikat betapapun akibatnya. Etika ini menekankankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Atau dengan kata lain tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Teori ini menekankan kewajiban sebagai tolak ukur bagi penilaian baik atau buruknya perbuatan manusia, dengan mengabaikan dorongan lain seperti rasa cinta atau belas kasihan. Terdapat tiga kemungkinan seseorang memenuhi kewajibannya yaitu: karena nama baik, karena dorongan tulus dari hati nurani, serta memenuhi kewajibannya. Deontologist menetapkan aturan, prinsip dan hak berdasarkan pada agama, tradisi, atau adat istiadat yang berlaku. Yang menjadi tantangan dalam penerapan deontological di sini adalah menentukan yang mana tugas, kewajiban, hak, prinsip yang didahulukan. Sehingga banyak filosof yang menyarankan bahwa tidak semua prinsip deontological harus diterapkan secara absolut. Teori ini memang berpijak pada norma-norma moral konkret yang harus ditaati, namun belum tentu mengikat untuk kondisi yang bersifat khusus. Contohnya, seseorang boleh saja merampok kalau hasil rampokannya dipakai untuk memberi makan orang yang terkena musibah.

2)      Etika Teleologi
Istilah teleologi berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan, sasaran atau hasii dan logos yang berarti ilmu atau teori. Etika ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tin­dakan itu, atau berdasarkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau konsekuensi yang ditimbulkannya baik dan berguna. Bila kita akan memutuskan apa yang benar, kita tidak hanya melihat konsekuensi keputusan tersebut dari sudut pandang kepentingan kita sendiri. Tantangan yang sering dihadapi dalam penggunaan teori ini adalah bila kita bisa kesulitan dalam mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan dalam mengevaluasi semua kemungkinan konsekuensi dari keputusan yang diambil.

3)      Etika Hak
Etika Hak memberi, bekal kepada pebisnis untuk mengevaluasi apakah tindakan, perbuatan dan kebijakan bisnisnya telah tergolong baik atau buruk dengan menggunakan kaidah hak seseorang. Hak seseorang sebagai manusia tidak dapat dikorbankan oleh orang lain apa statusnya.
Hak manusia adalah hak yang dianggap melekat pada setiap manusia, sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri. Etika hak kadangkala dinamakan "hak manusia" sebab manusia berdasarkan etika hams dinilai menurut martabatnya. Etika hak mempunyai sifat dasar dan asasi (human rights), sehingga etika hak tersebut merupakan hak yang; (1) Tidak dapat dicabut atau direbut karena sudah ada sejak manusia itu ada; (2) Tidak tergantung dari persetujuan orang; (3) Merupakan bagian dari eksistensi manusia di dunia.

4)      Etika Keutamaan
      Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal seperti kedua teori sebelumnya. Etika ini lebih mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai moral bukan muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, namun dalam bentuk teladan moral yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Di dalam etika karakter lebih banyak dibentuk oleh komunitasnya. Pendekatan ini terutama berguna dalam menentukan etika individu yang bekerja dalam sebuah komunitas profesional yang telah mengembangkan norma dan standar yang cukup baik. Keuntungan teori ini bahwa para pengambil keputusan dapat dengan mudah mencocokkan dengan standar etika komunitas tertentu untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah tanpa ia harus menentukan kriteria terlebih dahulu (dengan asumsi telah ada kode perilaku).
      Indikator Etika (Ethics) merupakan kemampuan individu untuk memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan issue etika dan moral, baik dan buruk, salah dan benar (Forsyth, 1980; Kohlberg, 1981; Velasques, 2005):
1.   Karena untuk menghindari hukuman;Melakukan hal yang baik jika mendapat imbalan;
2.   Sesuai dengan pendapatteman;
3.   Mentaati hukum dan Peraturan;
4.   Memenuhi kontrak sosial; dan
5.   Kesadaran individu, memenuhi tuntutan moral dan menerapkan dengan konsisten
B.     Etika,Etiket, Moral, Hukum, dan Agama
Persamaan Etika dan Etiket
Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics dan Ethiquetle. Etika berarti moral sedangkan Etiket berarti sopan santun. Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya, yaitu:
1.      Keduanya menyangkut objek yang sama yaitu perilaku manusia;
2.      Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Perbedaan Etika dan Etiket
Setelah kita ketahui persamaan etika dan etiket, maka dapat kita bedakan etika dan etiket sebagai berikut:
1.      Etiket menyangkut cara suatu melakukan perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkancara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
2.      Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
3.      Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu. Bila tidak ada saksi mata , maka etiket tidak berlaku.
4.      Etika selalu berhku dimana saja dan kapan saja, meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.
5.      Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
6.      Etika bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi, dan harus dilakukan.
7.      Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
8.      Etika menyangkut manusia dari segi rohaniahnya. Orang yang bersikap etis adalah  rang yang sungguh-sungguh baik, dimana nilai moralnya sudah terinternalisasi dalam hati nuraninya.

Hubungan Etika dengan Hukum
Hukum adalah refleksi minimum norma sosial dan standar dari sifat bisnis. Secara umum, kebanyakan orang percaya bahwa sifat mematuhi hukum adalah juga sifat yang beretika. Tapi banyak standar sifat di dalam sosial yang tidak tertuliskan dalam hukum. Contohnya saja dalam konflik kepentingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi tidak beretika dalam kehidupan sosial.

Perbedaan Etika dan Hukum
Perbedaan etika dengan hukum dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Hukum pada dasarnya tidak hanya mencakup ketentuan yang dirumuskan secara tertulis, tapi juga nilai-nilai konvensi yang telah menjadi norma di masyarakat.
b.    Etika mencakup lebih banyak ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis.
c.    Pada umumnya kebanyakan orang percaya bahwa dengan perilaku yang patuh terhadap hukum adalah juga merupakan perilaku yang etis.
d.   Banyak sekali standar perilaku yang sudah disepakati oleh masyarakat yang tidak tercakup dalam hukum, sehingga terdapat bagian etika yang tercakup dalam hukum, namun sebagian juga belum tercakup di dalam hukum,  seperti  contoh kasus  di  dalam masyarakat yang  dianggap melanggar etika tetapi dalam hukum itu tidak melanggar, sepanjang tidak ada aturan yang tertulis bahwa tindakan tersebut adalah melanggar hukum.
e.    Norma hukum cepat ketinggalan zaman, hingga bisa menyebabkan celah hukum.

Perbedaan Moral dan Hukum
Sebenarnya antara keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Moralitas adalah keyakinan dan sikap batin, bukan hanya sekedar penyesuaian atau asal taat terhadap aturan. Karena antara satu dengan yang lain saling mempe-ngaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas penegakan hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralitasnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak sosial moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan.
Perbedaan tersebut antara lain:
a.    Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
b.   Moral bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang mengigingkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
c.    Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah faktual.
d.   Moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
e.    Pelanggaran terhadap hukum mengakibatkan si pelaku dikenakan sanksi yang jelas dan tegas.
f.    Pelanggaran moral biasanya mengakibatkan hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
g.   Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
h.   Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat.

Etika dan Agama
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.



Etika dan Moral
Etika Iebih condong ke arah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (BP-7, 1993: Poespoprodjo, 1986). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk, atau dengan kata lain moralitas merupakan pedoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai benar atau salah dan baik atau buruk. Velasques (2005) menyebutkan lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral, yaitu:
(1)      Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
(2)      Standar moral moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu, standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung atau membenarkannya, jadi sejauh nalarnya mencukupi maka standarnya tetap sah.
(3)      Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai yang lain, khusus-nya kepentingan pribadi.
(4)      Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
(5)      Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu, seperti jika kita bertindak bertentangan dengan standar moral, normalnya kita akan merasa bersalah, malu atau menyesal.

Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Jadi etika lebih berkaitan dengan kepatuhan, sementara moral lebih berkaitan dengan tindak kejahatan.
C.    Pengertian Bisnis
Bisnis adalah kegiatan manusia dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menghasilkan dan mcndistribusikan barang dan jasa guna memenuhi kebu-tuhan dan keinginan masyarakat. Bisnis adalah membuktikan apa yang dijanjikan (promise) dengan yang diberikan (deliver). Bisnis adalah kegiatan diantara manusia untuk mendatangkan keuntungan. Dalam bisnis terdapat persaingan dengan aturan yang berbeda dengan norma-norma yang berada dalam masyarakat. Pengertian bisnis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
a.       Kegiatan   dengan   mengarahkan   tenaga,   pikiran,   atau   badan   untuk mencapai sesuatu maksud.
b.      Kegiatan di bidang perdagangan/perbisnisan.
Bisnis dapat pula diartikan berdasarkan konteks organisasi atau perusahaan, yaitu: usaha yang dilakukan organisasi atau perusahaan dengan menyediakan produk barang atau jasa dengan tujuan memperoieh nilai lebih (value added). Karena organisasi (perusahaan) yang menyediakan produk barang atau jasa tentu dengan tujuan memperoleh laba, tentu saja prospek mendapatkan laba, selalu memperhitungkan perbedaan penerimaan bisnis dengan biaya yang dikeluarkan. Maka laba di sini merupakan pemicu (driver) bagi pebisnis untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Bagai-manapun juga pebisnis mendapatkan laba dari risiko yang diambil ketika mengivestasikan sumber daya (modal, keahlian/skill, dan waktu) mereka.
D.    Pengertian Etika Bisnis
Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang ada pada masing-masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud sesuai dengan kebudayaan perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika masing-masing perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder. Tujuan etika bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".
Etika bisnis dapat dibagi ke dalam 2 (dua) pandangan, yaitu:
(1)      Normative ethics:
Concerned with supplying and justifying a coherent moral system of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover, develop, and justify basic moral principles that are intended to guide behavior, actions, and decisions.
(2)      Descriptive ethics:
Is concerned with describing, characterizing, and studying the morality of a people, a culture, or a society. It also compares and contrasts different moral codes, systems, practices, beliefs, and values.

Banyak yang mempertanyakan apakah ada bukti bahwa etika dalam berbisnis secara sistematis berkorelasi dengan keuntungan? Contoh yang paling sederhana coba kita sajikan disini. Jika bisnis berusaha mengambil keuntungan dari karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur melalui perilaku yang sekarang tidak etis, maka kemungkinan mereka akan menemukan cara untuk membalas dendam kepada kita ketika bertemu lagi. Balas dendam dapat berbentuk sederhana seperti menolak untuk membeli, menolak untuk bekerja, menolak berbisnis dengan pihak yang bersangkutan.















BAB 2
PRINSIP-PRINSIP ETIS DALAM BISNIS

Sebelum berbicara jauh mengenai prinsip-prinsip etis dalam bisnis dan untuk lebih memahami konsep dan pengertiannya, berikut ini adalah beberapa kasus pendekatan mengenai evaluasi moral antara lain :
1.      Kasus Pengesahan Undang – Undang Apartheid Pertama
Sistem Apartheid yang dikuasai oleh Partai Nasional khusus Kulit Putih melegalkan diskriminasi rasial pada seluruh aspek kehidupan. Sistem apartheid ini menghapuskan seluruh penduduk kulit hitam dari hak politik dan hak sipilnya seperti mereka tidak dapat memilih, tidak dapat jabatan politis yang penting, tidak dapat bergabung secaara kolektif, atau pun hak atas Undang-undang. Hal inilah yang mengakibatkan kulit hitam melakukan demontrasi berkali - kali melawan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan. Aksi tersebut langsung ditanggapi oleh pemerintah Kulit Putih Afrika Selatan dengan pembunuhan, penangkapan di mana - mana serta represi. Termasuk ditangkapnya Nelson Mandela (anak pimpinan kulit hitam).

2.      Kasus Pertentangan akan Kedudukan Perusahaan Caltex di Afrika Selatan.
Hal ini dipicu adanya penentangan yang dilakukan para pemegang saham agar Caltex memutuskan hubungan dengan pemerintah Afrika Selatan dengan alasan bahwa orang kulit hitam tidak punya hak di wilayah kulit putih. Perdebatan tentang apakah Caltex perlu melanjutkan operasinya di Afrika Selatan ini merupakan perdebatan moral. Argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut mengacu pada pertimbangan moral, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis standar moral yaitu utilitarianisme, hak, keadilan, dan perhatian.
Pertimbangan moral yang diajukan manajer Caltex antara lain jika perusahaan tetap melaksanakan operasi di Afrika Selatan maka kesejahteraan orang kulit hitam dan kulit putih akan meningkat, namun jika perusahaan pergi maka orang kulit hitamlah yang akan mengalami kerugian besar. Pernyataan inilah yang disebut dengan standar moralitas utilitarian yaitu prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar bila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar. Pernyataan manajer Caltex yang akan memberikan perhatian khusus bagi pekerja kulit hitam dan pertanggungjawaban akan kesejahteraaan mereka inilah yang disebut Etika memberi perhatian. Artinya etika yang menekankan pada usaha memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang sekitar. Sedangkan perjuangan dari seorang Nelson Mandela yang sangat berani inlah yang disebut dengan etika kebaikan. Hal ini dikarenakan jenis evaluasi yang didasarkan atas karakter moral seseorang atau kelompok.

A.    Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan pada masyarakat. Banyak analisa yang meyakini bahwa cara terbaik untuk mengevaluasi kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan mengandalkan pada analisa biaya keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara sosial bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar atau biaya terendah bagi masyarakat. Misalnya kasus yang terjadi pada perusahaan mobil Ford.
Pada saat posisi penjualan mobil menurun dibandingkan dengan pesaing lain, maka manajer Ford segera melakukan strategi cepat dengan memfokuskan pada desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat. Hal ini dilakukan agar memperoleh kembali pangsa pasar. Akibat proyek yang dilakukan dengan terburu-buru ini, maka desain teknis pun tidak diperhatikan seperti apabila terjadi tabrakan maka keselamatan penumpangpun sangat rawan. Alasan manajer tetap memproduksinya antara lain dikarenakan desain mobil sudah memenuhi semua standar hukum dan peraturan pemerintah, manajer beranggapan bahwa mobil telah memiliki tingkat keamanan yang sebanding dengan mobil dari perusahaan lain, serta dikarenakan studi biaya keuntungan (biaya modifikasi) tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh. Jadi utilitarianisme digunakan untuk semua teori yang mendukung pemilihan tindakan yang memaksimalkan keuntungan.

B.     Utilitarianisme Tradisional
Pendiri Utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, dalam menetapkan sebuah kebijakan dan peraturan sosial, Bentham selalu membuat keputusan tersebut yang mampu mamberikan norma yang dapat diterima publik. Secara singkat, prinsip utilitarian yaitu :
“Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.”
Artinya prinsip ini mengasumsikan bahwa keuntungan dan biaya dari suatu tindakan dapat diukur dengan menggunakan skala numerik biasa, lalu ditambah atau dikurangi dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan anggapan terhadap prinsip Utilitarian antara lain :
a.       Prinsip utilitarian mengatakan bahwa tindakan yang benar dalam suatu situasi adalah tindakan yang menghasilkan utilitas lebih besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya. Hal ini tidak berarti tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan utilitas besar bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Akan tetapi, tindakan dianggap benar jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan tersebut).
  1. Prinsip utilitarian tidak menyatakan bahwa tindakan yang dianggap benar sejauh keuntungan dari tindakan tersebut lebih besar dari biayanya. Namun utilitarianisme meyakini bahwa ada satu tindakan yang benar yaitu tindakan yang memberikan keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari tindakan alternatif lain.
  2. Prinsip utilitarian mewajibkan kita untuk mempertimbangkan konsekuensi langsung dari tindakan kita. Sebaliknya pengaruh tidak langsungnya juga harus dipertimbangkan.
Dengan demikian ada 3 hal yang harus dilakukan jika dalam situasi tertentu :
1.      Menentukan tindakan atau kebijakan alternatif.
Seperti pada perusahan Ford, secara impisit mempertimbangkan 2 alternatif yaitu mendesain ulang Pinto dengan menambah pelindung karet di sekeliling tangki bahan bakar atau memutuskan untuk tanpa menggunakan pelindung.
2.      Menentukan biaya dan keuntungan langsung maupun tak langsung.
Misalnya pada perkiraan perhitungan Ford atas biaya dan keuntungan yang akan diterima oleh semua pihak yang terlibat jika desain Pinto dirubah, serta yang akan ditanggung jika desainnya tidak berubah.
3.      Tindakan yang etis tepat adalah yang memberikan utilitas paling besar.
Misalnya saatt manajer Ford memutuskan bahwa tindakan yang memberikan utilitas paling besar dan biaya paling rendah adalah dengan tidak mengubah desain Pinto.
Utilitarianisme juga sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakan orang dalam membahas perilaku atau tindakan moral. Misalnya pada saat orang memiliki kewajiban moral untuk melakukan tindakan tertentu, hal ini sering mengacu pada keuntungan atau kerugian yang nantinya diakibatkan. Moralitas juga mewajibkan seseorang untuk mempertimbangkan kepentingan orang lain. Utilitarianisme memenuhi persyaratan tersebut selama prinsip tersebut mempertimbangkan pengaruh tindakan pada orang lain, dan mewajibkan seseorang untuk memilih utilitas paling besar.
Utilitarianisme juga menjadi dasar teknik analisis biaya-keuntungan ekonomi. Analisis ini digunakan untuk menentukann tingkat kelayakan investasi dalam suatu proyek dengan mencari tahu apakah keuntungan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan biaya ekonomi saat ini dan masa mendatang.

C.    Masalah Pengukuran
Masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan yang dihadapi saat nenilai utilitas seperti:
a.       Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang yang berbeda dapat diukur dan perbandingkan.
  1. Biaya dan keuntungan tampak sulit dinilai.
  2. Banyaknya keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi, maka penilaian tidak dapat dilakukan dengan baik.
  3. Masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai keuntungan dan yang dihitung sebagai biaya.
Cara menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menerima penilaian dari kelompok sosial atau kelompok lain.
D.    Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan Utilitarianisme adalah prinsip tersebut tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral yaitu yang berkaitan dengan hak dan keadilan. Tanggapan utilitarian terhadap pertimbangan hak dan keadilan yaitu dengan mengajukan sati versi utilitarianisme alternatif yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut dengan rule-utilitarian. Strategi dasar dari rule-utilitarian adalah membatasi analisis utilitarian hanya pada evaluasi atas peraturan moral. Jadi teori rule-utilitarian memiliki 2 prinsip yaitu :
1.      Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
  1. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika jumlah utilitas total yang dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang yang mengikuti peraturan moral alternatif lainnya.
E.     Konsep Hak
           Hak adalah klaim atau kepemilikan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu acara tertentu. Hak berasal dari sistem hukum yang mengizinkan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Hak juga bisa berasal dari sistem standar moral yang tidak tergantung pada sistem hukum tertentu. Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan dan melindungi pilihan mereka.
           Hak moral memiliki 3 karakteristik penting yang memberikan fungsi pemungkinan dan pelindungan antara lain:
1.   Hak moral erat dengan kewajiban.
     Memiliki hak moral bearti orang lain memiliki kewajiban tertentu terhadap pemilik hak tersebut. Misalkan hak moral untuk melakukan ibadah sesuai keyakinan saya, dapt didefinisikan kaitannya dengan kewajiban moral orang lain untuk tidak mengganggu ibadah yang saya lakukan.
2.      Hak moral memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari kepentingan mereka.
      Hak menunjukkkan aktivitas yang bebas mereka cari. Misalnya saat akan melakukan ibadah sesuai keyakinan, maka tidak perlu izin orang lainsaat melaksanakannya.
3.   Hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan seseorang dan untuk melindungi orang lain.
     Jika memiliki hak moral untuk melakukan sesuatu maka otomatis juga akan memiliki pembenaran moral dalam melakukannya. Misalnya saat kita membenarkan tindakan dari orang kuat yang sedang membantu orang yang lemah.

F.     Hak Negatif dan Positif
Hak negatif dapat digambarkan dari fakta bahwa hak yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas tertentu dari orang yang memiliki hak tersebut. Misalnya jika kita memiliki sebuah privasi maka baik atasan kita pun berkewajiban untuk tidak mencampurinya.
Hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negatif namun juga mengimplikasikan bahwa pihak lain memiliki kewajiban positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan bebas mencari kepentingannya. Misalnya, saya berhak mendapat kehidupan yang layak, ini tidak berarti orang lain tidak boleh mencampurinya. Namun jika saya tidak mendapat kehidupan yang layak maka pemerintah harus memberikannya.
G.    Hak dan Kewajiban Kontraktual
Hak dan kewajiban kontraktual merupakan hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat seseorang membuat perjanjian dengan orang lain. Hak dan kewajiban kontraktual memberikan dasar bagi kewajiban khusus yang diperoleh seseorang saat dia menerima jabatan atau peran dalam sebuah organisasi sosial yang sah. Sistem peraturan yang mendasari hak dan kewajiban kontraktual diinterpretasikan mencakup sejumlah batasan moral diantaranya :
1.      Kedua belah pihak harus memahami sepenuhnya sifat dari perjanjian yang mereka buat.
  1. Kedua belah pihak dilarang mengubah fakta perjanjian kontraktual dengan sengaja.
  2. Kedua belah pihak dalam kontrak tidak boleh mendatangani perjanjian karena paksaan atau ancaman.
  3. Perjanjian kontrak tidak boleh mewajibkan kedua belah pihak untuk melakukan tindakan yang amoral.

H.    Dasar Hak Moral
Dasar yang lebih baik bagi hak moral diberikan oleh teori etis yang dikembangkan Immanuel Kant. Teori Kant didasarkan pada prinsip moral yang ia sebut perintah kategoris, dan yang mewajibkan semua orang diperlakukan sebagai makhluk yang bebas dan sederajat dengan yang lain. Menurut Kant masing-masing hak memerlukan proses kualifikasi, penyesuaian dengan kepentingan lain dan argumen pendukung.
Rumusan perintah kategoris Kant mencakup 2 kriteria dalam menentukan apa yang benar dan salah secara moral yaitu :
1.      Universalisabilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat diterima semua orang , setidaknya dalam prinsip.
2.      Reversibilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat dia terima jika orang lain menggunakannya, bahkan sebagai dasar dari bagaimana mereka memerlakukan dirinya.

I.       Masalah pada Pandangan Kant
Berbagai kritikan terhadap teori Kant antara lain :
a.       Teori Kant tidak cukup tepat untuk bisa selalu bermanfaat.
Misalnya seorang pembunuh haruskah dihukum atau tidak. Tentunya bagi pembunuh menolaknya, namun di sisi lain mereka sepakat daripada harus dibunuh oleh orang lain nantinya.
b.      Batasan hak dan bagaimana hak tersebut diseimbangkan dengan hak yang berkonflik lainnya.
Misalnya saat sekelompok orang memainkan alat musik dengan sangat keras, yang mengganggu orang lain.
c.       Kriteria universalisabilitas dan reversibilitas.
Misalnya saat pimpinan perusahaan yang melakukan diskriminasi pada pekerja kulit hitam dengan memberikan upah rendah dibandingkan pekerja kulit putih. Hal ini sangat tidak benar tentunya karena tindakan tersebut tidak bermoral, namun menurut Kant benar.

J.      Keadilan dan Kesamaan
Norma keadilan secara umum tidak menolak hak-hak moral individu. Sebagian alasannya adalah dalam tingkatan tertentu, keadilan didasarkan pada hak-hak moral individu. Hak moral untuk diperlakukan sebagai individu yang sederajat dan bebas misalnya merupakan bagian dari apa yang berada di balik gagasan yang menyatakan bahwa keuntungan dan beban haruslah didistribusiikan secara merata.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kewajaran biasanya dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Keadilan distributif, yang merupakan kategori pertama dan paling mendasar berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat. Keadilan retributif, kategori kedua mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah hukuman yang dalam artian tertentu layak diterima oleh orang yang melakukan kesalahan. Keadilan kompensasif, kategori ketiga berkaitan dengan cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kompesasi yang dalam artian tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang diderita. Masing-masing kategori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1.      Keadilan Distributif
Masalah-masalah tentang keadilan distributif muncul bila ada orang-orang tertentu yang memilki perbedaan klaim atas keuntungan dan beban dalam masyarakat, dan semua klaim mereka tidak dapat dipenuhi. Saat keingina dan keenggana orang-orang lebih besar dari sumber daya yang ada. Mereka terpaksa menggunakan prinsip-prinsip tertenru untuk mengalokasikan sumberdaya tersebut serta beban masyarakat dalam cara-cara yang adil dan mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Prinsip dasar dari keadilan distributif adalah bahwa individu-individu yang sederajat dalam segala hala yang berkaitan dengan perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh keuntungan dan beban yang serupa sekalipun mereka tidak sama dalam aspek yang tidak relevan lainnya, adan individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu diperlakukan secara tidak sama sesuai dengan ketidaksamaan mereka. Prinsip ini bersifat formal yang didsarkan pada gagasan logis bahwa harus konsisten dalam menghadapi masalah yang sama atau serupa. Berikut ini beberapa prinsip dalam keadilan distributif yaitu :
a.       Keadilan sebagai Kesamaan
Kaum egaliteran mengakui bahwa tidak ada perbedaan yang relevan diantara semua orang yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut pandangan egaliteran, semua keuntungan dan beban haruslah dan didistribuasikan menurut kaidah semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau kelompok dalam jumlah yang sama. kesamaan juga diusulkan sebagai dasar keadilan, bukan hanya untuk seluruh masyarakat namun juga dalam kelompok-kelompok kecil dan organisasi.
b.      Keadilan Berdasarkan Kontribusi
Menyatakan bahwa keuntungan masyarakat haruslah didistribusikan sesuai dengan jumlah yang disumbangkan masing-masing individu dalam masyarakat atau kelompok. Semakin banyak yang diberikan seseorang kepada masyarakat semakin banyak pula yang berhak diperolehnya. Keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran. Prinsip kontribusi ini merupakan prinsip yang paling banyak digunakan dalam menentuka upah dan gaji di perusahaan negara kapitalis seperti Amerika.

c.       Keadilan Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan
Menyatakan bahwa beban kerja harus lah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang, dan keuntungan harus lah didistribusikan sesuai kebutuhan mereka. Hal ini berdasarkan pada gagasan bahwa orang-orang menyadari potensi mereka dengan menunjukkan kemampuan dalam kerja yang produktif. Keuntungan yang dihasilkan dari kerja harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan manusia.
d.      Keadilan sebagai Kebebasan
Setiap orang sesuai dengan apa yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap orang sesuai dengan apa yang mereka pilih untuk diri mereka (mungkin dengan bantuan orang lain) dan apa yanng dipilih orang lain untuk dilakuan baginya dan mereka pilih untuk untuk diberikan padanya atas apa yang telah mereka berikan sebelumya dan belum diperbanyak atau dialihkan.
e.       Keadilan sebagai Kewajaran
Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawis menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya jika :
1)      Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2)      Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian sehingga keduanya :
- Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung.
- Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.

2.      Keadilan Retributif
Merupakan keadilan yang berkaitan dengan keadilan dalam rangka menyalahkan atau menghukum seseorang yang telah melakukan kesalahan. Jika seseorang tidak tahu atau tidak bisa memilih secara bebas apa yang dia lakukan, maka dia tidak bisa dihukum adil. Hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan yang dituduhkan padanya. Selain itu juga hukuman harus lah konsisten dan proporsional dengan kesalahannya. Hukuman dianggap konsisten hanya jika semua orang akan memperoleh hukuman yang sama untuk kesalahan yang sama, sedangkan hukuman dianggap proporsional dengan kesalahan jika hukuman tersebut tidak lebih besar dibandingkan kerugian yang diakibatkan kesalahan.

3.      Keadilan Kompensasif
Berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang dilalami seseorang akibat tindakan orang lain atau sering juga disebut sebagai ganti rugi. Tidak ada aturan yang pasti dalam menentukan seberapa banyak kompensasi yang perlu diberikan oleh pelaku pada korban. Keadilan hanya mengharuskan bahwa pelaku sebisa mungkin mengembalikan apa yang diambilnya, dan itu biasanya berarti bahwa jumlah ganti rugi haruslah sama dengan yang diketahui pelaku pada korbannya. Kaum moralis tradisional menyatakan bahwa seseorang memiliki kewajiban moral untuk memeberikan kompensasi pada pihak yang dirugikan jika tiga syarat berikut terpenuhi, yaitu :
a.       Tindakan yang mengakibatkan kerugian adalah kesalahan atau kelalaian.
b.      Tindakan tersebut merupakan penyebab kerugian yang sesungguhnya.
c.       Pelaku mengakibatkan kerugian secara sengaja.

K.    Etika Memberi Perhatian
1.      Parsialitas dan Perhatian
Dalam hal ini etika perhatian menekankan pada dua syarat moral, yaitu :
a.       Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta menyetarakan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain.
b.      Kita memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang menjalin hubungan baik dengan memperhatikan kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan mereka dari perspektif pribadi mereka sendiri, dan dengan memberikan tanggapan secara positif pada kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan orang-orang yang membutuhkan dan bergantung pada perhatian kita.
           Namun penting juga untuk tidak membatasi gagasan tentang hubungan konkret ini hanya pada hubungan antara dua individu atau antara seseorang dengan kelompok individu tertentu. Ada dua hal penting yang perlu diketahui. Pertama, tidak semua hubungan memiliki nilai, dan tidak semuanya menciptakan kewajiban untuk memberi perhatian. Kedua, perlu diketahui bahwa dalam memberikan perhatian kadang berkonflik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tidak ada aturan tetap yang mampu menyelesaikan semua konflik.
2.      Hambatan dalam Etika Perhatian
Pendekatan etika perhatian memperoleh sejumlah kritik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa berubah menjadi favoritisme yang tidak adil atau bersikap parsial ( berat sebelah). Kritik kedua mengklaim bahwa persyaratan etika perhatian bisa menyebabkan kebosanan. Dalam mewajibkan orang-orang untuk memberikan perhatian pada anak-anak orang tua, saudara, pasangan, kekasih, teman dan anggota komunitas lain. Etika perhatian tampak mengharuskan semua orang mengorbankan kebutuhan dan keinginan mereka demi kesejahteraan orang lain.
Keuntungan etika perhatian adalah mendorong untuk fokus pada nilai moral dari sikap parsial terhadap orang dekat dan arti penting moral dalam memberikan tanggapan pada mereka secara khusus yang tidak kita berikan pada orang lain.

L.     Memadukan Utilitas, Hak, Keadilan, dan Perhatian
Standar utilitarian wajib digunakan saat kita tidak memiliki sumberdaya yang mampu memenuhi tujuan atau kebutuhan semua orang sehingga mempertimbangkan keuntungan dan biaya sosial dari suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Penilaian moral sebagian juga didasarkan pada standar-standar yang menunjukkan bagaimana individu harus diperlakukan atau dihargai. Selain itu juga didasarkan pada standar-standar keadilan yang menunjukkan bagaiman keuntungan dan beban didistribusikan di antara para anggota kelompok masyarakat. Selanjutnya penilaian moral juga didasarkan pada standar-standar perhatian yang mengacu pada jenis perhatian yang perlu kita berikan pada orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan kita. Standar perhatian berperan penting bila muncul persoalan-persoalan moral yang melibatkan individu dalam suatu jaringan hubungan, khususnya individu-individu yang memilki hubungan erat.

M.   Prinsip Moral Alternatif : Etika Kebaikan
Ivan F.Boesky dikenal sebagai seorang kaya yang jujur dan mencintai sesama manusia. Namun pada tanggal 18 Desember 1987 dia dihukum 3 tahun penjara dan denda $100 juta karena memperoleh keuntungan secara illegal dari insider information. Berdasarkan informasi yang dia peroleh dari teman yang dibayarnya, sebelum diketahui publik, Boesky membeli saham-saham perusahaan dari pemegang saham yang tidak tahu bahwa perusahaan mereka akan dibeli oleh pihak lain dengan harga yang lebih tinggi. Cara yang demikian Boesky dapat memperoleh keuntungan yang banyak, kemudian hal tersebut dianggap illegal di Amerika meskipun di negara lain seperti Italia, Swiss dan Hongkong tindakan tersebut dilegalkan.
Berdasarkan cerita tentang Ivan F. Boesky, bahwa dia digambarkan sebagai seoarang yang serakah, sakit, agresif, kejam, tidak punya integritas, munafik dan tidak jujur. Semua deskripsi tersebut adalah penilaian atas karakter moral, bukan penilaian atas moralitas dari tindakannya.
Pendekatan etika yang telah dibahas sejauh ini semuanya difokuskan pada tindakan sebagai pokok permasalahan etika dan mengabaikan karakter pelaku tindakan itu sendiri. Dalam kasus Boesky maupun kasus-kasus yang lain, masalah utama yang muncul bukanlah baik buruknya suatu tindakan, namun sifat karakter manusia yang tidak sempurna.
Banyak ahli etika yang mengkritik asumsi bahwa tindakan merupakan pokok permasalahan utama dalam etika. Etika, menurut mereka, tidak boleh hanya melihat jenis tindakan pelakunya (agen) namun juga perlu memperhatiakan jenis karakternya. Fokus pada pelaku berbeda dengan fokus pada tindakan (apa yang dia lakukan) akan lebih mampu menunjukan dengan cermat karakter seseorang termasuk diantaranya apakah karakter tersebut lebih mengarah pada keburukan atau kebaikan. Pendekatan etika lain yang lebih baik haruslah mempertimbangkan aspek kebaikan dan keburukan sebagai awalan penting dalam penalaran kita.

1.      Sifat Kebaikan
Kebaikan merupakan sebuah kecenderungan yang dinilai sebagai bagian dari karakter manusia yang secara moral baik dan ditunjukan dalam perilaku dan kebiasaannya. Seseorang dikatan memiliki kebaikan moral bila dia berperilaku dengan penalaran, perasaan dan keinginan-keinginan yang menjadi karakteristik dari seseorang yang secara moral baik.

2.      Kebaikan Moral
Menurut Aristoteles, sebuah kebaikan moral merupakan kebiasaan manusia yang memungkinkan bertindak sejalan dengan tujuan (nalar dan pemikiran) manusia, kemudian daya nalar dan berfikir adalah yang membedakan manusia dan makhluk lain. Seseorang dikatakan menjalani hidup sesuai dengan pemikirannya bila dia mengetahui dan memilih jalan tengah antara melakukan sesuatu terlalu jauh dan tidak terlalu jauh dalam hal tindakan, emosi dan keinginannya. Tokoh lain yaitu Aquinas seorang ahli filosofi Kristen menyatakan sependapat dengan Aristoteles hanya saja dengan tambahan kebaikan “Theologis”.
Seorang ahli filsafat Amerika, Alasdair Macyntire mengatakan bahwa yang termasuk kebaikan adalah semua karakteristik yang dipuji karena memungkinkan seseorang mencapai sesuatu yang baik dan menjadi tujuan hidup manusia.
Edmund L. Pincoffs mengkritik pendapat Macyntire karena mengklaim bahwa kebaikan hanya mencakup karakteristik-karakteristik yang disyaratkan oleh serangkaian praktik sosial tertentu. Sebaliknya Pincoffs menyatakan bahwa kebaikan mencakup semua karakteristik dalam bertindak, merasakan, dan berfikir dalam cara-cara tertentu yang digunakan sebagi dasar dalam memilih antara pribadi-pribadi atau keberadaan diri masa depan. Kebaikan terdiri dari “disposisi yang umumnya diinginkan” atau dengan kata lain diinginkan oleh orang-orang dalam menghadapi situasi atau kondisi dimana manusia hidup. Karena situasi yang dihadapi manusia sering memerlukan usaha keras untuk mampu menghadapinya, maka ketabahan dan keberanian dianggap sebagai disposisi yang secara umum diinginkan. Dengan demikian kebaikan moral adalah disposisi yang secara umum diinginkan oleh semua orang dalam situasi-situasi yang biasanya mereka hadapi dalam kehidupan ini. Disposisi tersebut diinginkan karena bermanfaat “bagi semua orang pada umumnya ataupun orang-orang yang memilikinya”.

3.      Kebaikan, Tindakan, dan Institusi
Teori kebaikan mengatakan bahwa tujuan kehidupan moral adalah untuk mengembangkan disposisi-disposisi umum yang kita sebut kebaikan moral dan melaksanakan serta menerapkannya dalam berbagai situasi kehidupan manusia. Kunci dari implikasi tindakan teori kebaikan dapat dinyatakan dalam klaim berikut “sebuah tindakan secara moral benar jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang baik dan secara moral salah jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang buruk”.
Jadi dari perspektif tersebut, baik buruknya tindakan dapat ditentukan dengan mempelajari jenis karakter yang dihasilkan dari tindakan tersebut. Dalam hal ini, etika tindakan bergantung pada hubungannya dengan karakter pelaku. Contohnya dikatakan moralitas aborsi, perzinaan, atau tindakan lain haruslah dievaluasi dengan melihat karakter orang-orang yang melaksanakannya. Jika keputusan untuk melakukan tindakan tersebut cenderung mengembangkan karakter mereka menjadi lebih bertanggung jawab, lebih perhatian, lebih berpendirian, jujur, terbuka, dan bersedia berkorban, maka tindakan-tindakan itu secara moral adalah benar. Namun jika keputusan untuk melaksanakannya cenderung menjadikan seseorang lebih egois, tidak bertanggung jawab, ceroboh dan mementingkan diri sendiri maka tindakan tersebut secara moral adalah salah.
Teori kebaikan tidak hanya memberikan kriteria dalam mengevaluasi tindakan, namun juga memberikan kriteria penting dalam mengevaluasi lembaga dan praktik-praktik sosial kita. Misalnya dikatakan sejumlah lembaga ekonomi membuat orang-orang menjadi serakah dan tindakan pemerintah memberi BLT membuat malas dan sengketa dalam masyarakat. Argumen ini pada dasarnya merupakan evaluasi atas lembaga dan praktik-praktik sosial dengan berdasarkan pada teori kebaikan.

4.      Kebaikan dan Prinsip
Bila kita melihat sekilas berbagai macam disposisi yang dianggap sebagai kebaikan, tampak tidak ada satu hubungan yang sederhana antara kebaikan dan moralitas yang didasarkan pada prinsip. Sebagian kebaikan memungkinkan orang-orang melakukan apa yang disyaratkan oleh prinsip moral. Etika kebaikan tidak menyarankan tindakan-tindakan yang berbeda dan yang disarankan etika prinsip (misalnya prinsip utilitarian menyarankan tindakan yang berbeda dari yang disarankan prinsip keadilan). Demikian juga etika prinsip tidak menyarankan disposisi moral yang berbeda dengan etika kebaikan. Sebaliknya teori kebaikan berbeda dengan etika prinsip dalam cara pendekatan evaluasi moral. Teori kebaikan misalnya, menilai tindakan dalam kaitannya dengan disposisi atau karakteristik yang berhubungan dengan tindakan tersebut, sementara etika prinsip menilai disposisi dalam kaitanya dengan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan disposisi tersebut. Bagi etika prinsip, tindakan sebagai aspek utama sedangkan pada etika kebaikan, disposisi adalah aspek utama.
Etika kebaikan bukanlah semacam prinsip kelima yang sejajar dengan prinsip-prinsip utilitarian, hak, keadilan, dan perhatian. Sebaliknya etika kebaikan menambah dan melengkapi prinsip utilitarian, hak, keadilan dan perhatian bukan dengan melihat pada tindakan yang harus dilakukan oleh orang-orang, namun pada karakter yang harus mereka miliki. Etika kebaikan menangani jangkauan permasalahan yang sama dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan motivasi dan perasaan yang sebagian besar diabaikan oleh etika-etika prinsip.

N.    Moralitas dalam Konteks Internasional
Antara negara yang satu dengan negara lain dapat dipastikan memiliki atauran, adat dan kebiasaan yang berbeda-beda meskipun tidak beda sepenuhnya. Terlebih lagi, perbedaan itu akan terasa antara negara maju dan negara berkembang. Ada pendapat yang menyatakan, saat melakukan operasi di negara kurang berkembang, perusahaan-perusahaan multinasional dari negara-negara maju, wajib mengikuti aturan-aturan di negara yang lebih maju, yang dalam hal ini otomatis menerapkan standar yang lebih tinggi dan ketat. Namun klaim ini mengabaikan fakta bahwa menerapkan praktik-praktik yang dilaksanakan di negara maju ke negara yang kurang maju memungkinkan akan lebih merugikan dibandingkan menguntungkan sebuah pelanggaran standar etika utilitarian. Dengan demikian, jelas bahwa kondisi-kondisi lokal, khususnya kondisi perkembangan, setidaknya perlu dipertimbangkan saat memutuskan apakah suatu perusahaan perlu menerapkan standar dari negara yang lebih maju ke negara yang kurang maju, dan salah jika kita harus menerima klaim bahwa kita harus menerapkan standar “yang lebih tinggi” dari negara maju dimanapun berada. Ada pendapat menyatakan lebih lanjut bahwa perusahaan multi nasional haruslah mengikuti praktik-prakti lokal, apapun itu, atau bahwa mereka harus mengikuti aturan pemerintah lokal, karena pemerintahan tersebut adalah representasi dari warga mereka. Namun demikian pendapat ini juga tidak sepenuhnya benar, sehingga dalam penerapannya juga harus ada pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.






BAB 3
SISTEM BISNIS

Pada dekade-dekade akhir abad ke-20, sang raksasa bisnis, Amerika, mengalami sejumlah penurunan kemampuan bersaing pada pasar-pasar penting ditingkat internasional. Penurunan ini disebabkan oleh suatu kompleksibilitas permasalahan dalam sisi penurunan produktifitas, Keadaan resesi ekonomi, kemiskinan, persaingan yang ketat dari negara asing (Jepang) dan nilai defisit perdagangan. Kondisi ini memicu suatu perdebatan tentang dibutuhkannya suatu bentuk sistem kebijakan industri yang baru. Kebijakan industri yang baru ini memilki tujuan dimana pemerintah mengambil langkah-langkah koheren dalam menstimulus bidang-bidang industri yang mengalami penurunan. Secara jelas kebijakan ini membuat suatu bentuk regulasi pasar yang terkendali dari sisi pemerintah. Tindakan kebijakan ini dapat dicontohkan  seperti undang-undang pembatasan impor, pengembangan lembaga-lembaga perencanaan untuk merencanakan sistem penguatan pasar, pembentukan lembaga keuangan yang mengawasi pemberian kredit terhadap industri-industri tertentu.

Ideologi
Ideologi adalah sebuah sistem keyakinan normatif yang dimiliki para anggota kelompok sosial tertentu, sedangkan ideologi bisnis adalah sistem keyakinan normatif atas masalah-masalah di dalam bisnis khususnya yang diyakini oleh kelompok-kelompok bisnis tertentu, misalnya para manajer. Ideologi bisnis ini punya arti penting, ideologi bisnis seseorang kerap kali menentukan keputusan bisnis yang dibuatnya, melalui keputusan ini, ideologi memengaruhi perilakunya.

Sistem Pasar vs Sistem Perintah
Pasar bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi dasar ynag dihadapi semua masyarakat: mengkoordinasi berbagai aktivitas ekonomi dari para anggota masyarakat. Dalam sistem perintah, satu otoritas (seseorang atau komisi) membuat keputusan tentang apa yang akan diproduksi, siapa yang akan memproduksi, dan siapa yang akan mendapatkannya. Dalam sistem pasar bebas, semua perusahaan yang masing-masing dimiliki oleh individu yang berbeda dan dan mencari keuntungan dengan cara yang berbeda membuat keputusan atas apa yang mereka produksi dan bagaimana memproduksinya.


1.      Pasar Bebas dan Hak: John Locke
John Locke (1632-1704), seorang filsuf politik Inggris, dianggap sebagai pengembang gagasan bahwa manusia memilki “hak alami” atas kebebasan dan “hak alami” atas properti pribadi. Menurut Locke, hukum alam “mengajarkan” setiap manusia bahwa dia memiliki hak atas kebebasan. Meskipun Locke tidak secara eksplisit menggunakan teori hak alami untuk mendukung sistem pasar bebas, namun sejumlah penulis abad ke-20 menggunakan teorinya untuk tujuan tersebut. Pandangan Lokce tentang hak atas properti pribadi memiliki pengaruh signifikan pada institusi Amerika atas properti.
Kritik atas Hak Locke
Para kritikus tentang pasar bebas memfokuskan argumen mereka pada 4 kelemahan utama pandangan Locke: 
1.      Pertama, Locke mengatakan dalam pandangannya bahwa, seseorang memiliki hak property atas kepemilikan propeti ketika orang tersebut mempunyai dan memadukan usahanya dengan obyek property yang tak berpemilik maka obyek tersebut menjadi hak kepemilikannya. Dalam suatu analogi yang dapat digambarkan adalah apabila saya menemukan kayu dan memahatnya sehingga menjadi patung maka patung itu adalah  property yang saya miliki. Tapi para kritikus menentangnya dengan analogi sebagai berikut, apabila saya mempunyai segelas air dan melemparkannya ke laut, apakah laut tersebut menjadi milik saya?
2.      Kedua, meskipun manusia mempunyai hak alami dan kebebasan akan kepemilikan property tapi hal ini tidak berarti hak-hak tersebut lebih diprioritaskan dari hak-hak yang lain. Kita sepakat bahwa hak alami dan hak prioritas  adalah hak negative yang mungkin akan sering bertentangan dengan hak positif orang lain. Dalam hal ini kita ambil contoh hak positif orang lain berkaitan dengan memperoleh makanan, perawatan, kesehatan, perumahan atau udara bersih.
3.      Ketiga, pandangan Locke mengisyaratkan sesuatu hal dimana pasar bebas menciptakan suatu perbedaan hak yang tidak adil dalam persaingan pasar bebas usaha seseorang porposional terhadap modal yang dimilki dan property yang dimilkinya. Semakin besar modal dan property semakin maju seseorang dalam menjalankan bisnisnya, tetapi lain halnya bagi pihak yang memiliki modal dan property yang terbatas. Apabila hal ini berlanjut tanpa adanya intervensi pemerintah untuk meratakan dan membuat regulasi yang mengaturnya, maka kesenjangan sosial akan menjadi sangat tajam.
4.      Keempat, para kritikus menilai pandangan Locke ini menggambarkan adanya nilai invidulis karena setiap manusia hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan bebas dalam menentukan hak alami mereka sehingga secra terpisah dari komunitas. Persepsi ini menurut para kritikus salah total, karena tiap manusia lahir pada kondisi sosialis dan saling ketergantungan pada sesama.

2.      Utilitas Pasar Bebas: Adam Smith
Adam Smith (1723-1790), sang “bapak ekonomi modern” adalah pencetus argumen utilitarian pasar bebas. Menurut Smith, saat individu dibiarkan bebas mencari kepentingannya sendiri di pasar bebas, mereka akan diarahkan menuju kesejahteraan publik oleh sebuah “tangan tak terlihat”. Smith juga mengatakan bahwa sistem pasar kompetitif mengalokasikan sumber daya secara efisien di antara berbagai industri dalam sebuah masyarakat. Adam Smith mengasumsikan bahwa suatu masyarakat yang memiliki sistem pasar bebas berarti juga memiliki sistem properti pribadi.
Kritik terhadap Adam Smith
1.      Pertama mereka beranggapan bahwa pendapat Smith ini tidak realistis. Karena para kritikus menganggap teori yang dijabarkan oleh Smith hanya berlaku pada zaman Smith yang menggambarkan bahwa para produsen sangat banyak dan kecil. Jadi teori Smith hanya terjadi ketika para produsen tidak mampu membuat harga. Pertanyaan yang paling besar, bagaimana dengan era seperti sekarang ini, dimana para produsen mampu memonopoli harga barang karena produsen sekarang memilki kemampuan modal raksasa sehingga proses pricingmampu terjadi dengan penentuan keuntungan yang setinggi-tingginya dengan biaya produksi yang rendah tanpa melihat para pesaing secara signifikan.
2.      Kedua adalah masalah penggantian sumber daya produksi. Para produsen akan memaksimalkan keuntungan dengan meminimalkan biaya yang timbul dari proses produksi. Tapi untuk sumber daya yang tidak menimbulkan dampak secara langsung kurang mendapatkan perhitungan yang matang dari Smith. Contohnya dalah polusi yang dihasilkan, dalam penentuan harga akan berdampak terabaikannya penanganan mengenai polusi.
3.      Ketiga, Smith menggambarkan bahwa manusia secara alami hanya termotivasi akan keuntungan. Hal ini menurut para kritikus adalah salah. Karena manusia sebagai makhluq sosial cenderung untuk menunjukan sikap perhatian terhadap kebaikan orang lain dan membatasi kepentingannya untuk hak-hak orang lain. Menurut para kritikus yang menyebabkan manusia beorientasi pada keuntungan ekonomis adalah suatu sistem  yang terdapat dalam pasar kompetitif bukan dari keinginan alami individu.

Kritik Keynes
Keynes menyatakan bahwa permintaan total atas barang dan jas adalah permintaaan dari tiga sektor ekonomi: rumah tangga, bisnis, dan pemerintah. Pemerintah mampu mempengaruhi kecenderungan untuk menabung atau menghemat, yang dalam hal ini menurunkan permintaan dan menciptkan pengangguran. Kedua, pemerintah dapat mempengaruhi secara langsung jumlah yang bisa diperoleh rumah tangga dengan menaikkan atau menurunkan pajak. Ketiga, pengeluaran pemerintah bisa menutup perbedaan antara jumlah permintaan dan jumlah persediaan dengan meningkatkan permintaan dari rumah tangga dan bisnis (dan secara tidak sengaja menciptakan inflasi). Dengan demikian, berkebalikan dengan pandangan Smith, intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi merupakan instrumen yang diperlukan untuk memaksimalkan utilitas masyarakat.

3.      Utilitas Survival of the Fittest: Darwinisme Sosial
Doktrin Darwinisme sosial dibentuk dari Charles Darwin (1809-1882), yang menyatakan bahwa berbagai spesies makluk hidup berkembang akibat proses lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup makluk hidup tertentu dan menghancurkan ynag lain. Individu-individu yang agresif dalam bisnis sehingga memungkinkan mereka berhasil dalam dunia persaingan bisnis adalah “yang terkuat” dan otomatis juga ynag terbaik. 
Bagi para kritkus cukup mudah untuk melihat celah kelemahan dalam teori ini. Mereka, para kritikus, melontarkan sebuah pernyataan sebagai berikut, “Keahlian dan karateristik yang membantu individu untuk maju dan bertahan tidak selalu dapat menjamin kelangsungan hidup manusia di planet ini. Perkembangan dunia bisnis memang dapat dicapai dengan mengabaikan manusia lain secara kejam, namun kelangsungan hidup manusia juga bergantung pada perkembangan sikap kerja sama dan kesediaan dari orang-orang untuk saling membantu.”



Kritik Marx
Karl Marx (1818-1883) tidak diragukan lagi merupakan kritikus paling keras dan paling berpengaruh terhadap kesenjangan yang diperkirakan terbentuk dari sistem properti pribadi dan pasar bebas. Marx mengklaim bahwa contoh-contoh eksploitasi terhadap para pekerja ini hanyalah gejala dari ketidakadilan besar yang diciptakan kapitalisme.

Pengasingan 
Menurut Marx, ekonomi kapitalis menghasilkan 4 bentuk “pengasingan” pekerja atau 4 bentuk pemisahan dari apa yang seharusnya menjadi milik mereka.
-          Masyarakat kapitalis memberikan penguasaan atas hasil usaha para pekerja pada orang lain.
-          Kapitalisme mengasingkan pekerja dari aktivitasnya sendiri.
-          Kapitalisme menghasilkan orang-orang dari diri mereka sendiri dengan menanamkan pandangan keliru atas apa yang mereka butuhkan dan mereka inginkan.
-          Masyarakat kapitalis mengasingkan manusia satu sama lain dengan memisahkan mereka ke dalam kelas-kelas sosial yang bertentangan dan tidak sederajat serta menghancurkan komunitas dan hubungan perhatian.

Fungsi Pemerintah
Fungsi pemerintah sesungguhnya seperti dalam sejarah, menurut Marx adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelas penguasa. Menurut Marx semua masyarakat dapat di analisis dalam kaitannya dengan 2 komponen utamanya : substruktur ekonomi dan superstruktur sosial. Marx menamakan kontrol sosial yang digunakan dalam memproduksi barang (atau dengan kata lain control sosial di mana masyarakat mengatur dan mengendalaikan para pekerja) sebagai hubungan produksi.

Pemiskinan Pekerja 
Mark juga mengklaim bahwa sejauh produksi dalam perekonomian modern tidak direncanakan, namun dibiarkan bergantung pada kepemilikan pribadi dan pasar bebas, maka hasilnya tidak akan lebih dari serangkaian bencana yang seumanya cenderung merugikan kelas pekerja.



Hasil Dari Analisa
Perdebatan antara pihak-pihak yang menentang dan mendukung pasar bebas, intervensi pemerintah dan kepemilikan pribadi masih terus berlangsung. Pada kenyataannya, perdebatan tersebut juga dipicu oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sejumlah pihak menyatakan bahwa runtuhnya sejumlah pemerintah komunis menunjukkan bahwa kapitalisme, dengan penekanannya pada pasar bebas adalah pemenangnya. Namun para pengamat lain menyatakan bahwa munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru seperti Jepang menunjukkan bahwa pasar bebas bukan saja merupakan kunci menunjukan kemakmuran.
Perpaduan antara peraturan pemerintah, pasar bebas parsial, dan kepemilikan pribadi terbatas adalah apa yang umumnya disebut ekonomi campuran. Pada dasarnya, ekonomi campuran mempertahankan system pasar dan kepemilikan pribadi namun sekaligus bergantung pada kebijakan pemerintah untuk mengatasi kekurangan-kekurangannya. Untung rugi penerapan ekonomi campuran juga tetap menjadi perdebatan yang berlangsung seputar konsep pasar bebas, kepemilikan pribadi, dan intervensi pemerintah. Dengan demikian, petumbuhan produktivitas Amerika relative tertinggal sampai pertengahan tahun 1990an, saat mengalami cukup besar.

Tanggapan
Para pendukung system pasar bebas umumnya menjawab kritik bahwa pasar bebas menciptakan ketidak adilan dengan menjawab : kritik tersebut salah mengasumsikan tentang keadilan yang hanya berarti kesamaan atau distribusi menurut kebutuhan. Namun ada juga yang menyatakan bahwa keadilan dapat diberi satu arti yang jelas, keadilan sesungguhnya berarti distribusi berdasarkan kontribusi (sumbangan).










BAB 4
ETIKA DI PASAR

Pasar adalah Sebuah forum dimana orang-orang berkumpul dengan tujuan untuk mempertukaran kepemilikan barang atau uang. Pasar bisa berukuran kecil dan sangat sementara (dua orang sahabat yang saling mempertukaran baju bisa dilihat sebagai tindakan yang menciptakan pasar sementara) atau sangat besar dan relatife permanen (pasar minyak mencakup sejumlah benua dan telah beroperasi selama beberapa dekade).
Pasar bebas persaingan sempurna adalah Pasar dimana tidak ada pembeli atau penjual yang memiliki kekuatan cukup signifikan untuk mampu mempengaruhi harga barang-barang yang dipertukarkan. Pasar bebas dengan persaingan sempurna memiliki tujuh karakteristik berikut ini :
1.      Jumlah pembeli dan penjual relative banyak, dan tidak ada seorang pun yang memiliki pangsa yang relatif substansial.
2.      Semua pembeli dan penjual bebas masuk atau meninggalkan pasar.
3.      Setiap pembeli dan penjual mengetahui sepenuhnya apa yang dilakukan oleh pembeli dan penjual lainnya, termasuk informasi tentang harga, jumlah, dan kualitas semua barang yang diperjualbelikan.
4.      Barang-barang yang dijual dipasar sangat mirip satu sama lain sehingga tidak ada seorang pun yang peduli darimana mereka atau menjualnya.
5.      Biaya dan keuntungan memproduksi atau menggunakan barang-barang yang dipertukarkan sepenuhnya ditanggung pihak-pihak yang membeli dan menjual barng-barang tersebut, bukan oleh pihak lain. 
6.      Semua pembeli dan penjual adalah “pemaksimal” utilitas : semuanya berusaha untuk memperoleh sebanyak-banyaknya dengan membayar sesedikit mungkin.
7.      Tidak ada pihak luar (misal pemerintah) yang mengatur harga, kuantitas, atau kualitas dari barang-barang yang diperjual belikan.

Etika dan Pasar Kompetitif Sempurna
            Pasar bebas kompetitif sempurna mencakup kekuatan-kekuatan yang mendorong pembeli dan penjual menuju apa yang disebut titik keseimbangan
Dalam hal ini pasar dikatakan mampu mencapai tiga moral utama ;
a.       Mendorong pembeli dan penjual mempertukarkan barang dalam cara yang adil.
b.      Memaksimalkan utilitas pembeli dan penjual dengan mendorong mereka mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang-barang dengan efisiensi sempurna.
c.       Mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan suatu cara yang menghargai hak pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran secara bebas.
Untuk memahami aspek dari pasa kompetitif sempurna, kita perlu mempertimbangkan apa yang terjadi dalam pasar, namun dalam suatu system perekonomian yang terdiri dari suatu system dari banyak pasar. Sistem pasar dikatakan efisiensi sempurna jika semua barang dalam semua pasar dialokasikan, digunakan dan didistribusikan dengan suatu cara yang menghasilkan tingkat kepuasan paling tinggi dari barang-barang tersebut. Sistem pasar kompetitif sempurna mencapai efisiensi tersebut dalam 3 cara :
(1)    Pasar kompetitif sempurna memotivasi perusahaan untuk menginvestasikan sumber daya mereka dalam industri-industri yang tingkat permintaannya tinggi dan mengalihkan sumber daya dari industri-industri yang permintaannya rendah.
(2)    Pasar kompetitif sempurna mendorong perusahaan untuk meminimalkan sumber daya dikonsumsikan untuk memproduksi suatu komoditas dan menggunakan teknologi paling efisien yang tersedia.
(3)    Pasar kompetitif sempurna mendistribusikan komoditas diantara para pembeli dalam suatu cara dimana semua pembeli menerima komoditas yang paling memuaskan yang dapat mereka peroleh, dalam kaitannya dengan komoditas yang tersedia bagi mereka serta uang yang mereka miliki untuk membelinya.

A.    Persaingan Monopoli
Apa yang terjadi jika pasar bebas (pasar yang tanpa intervensi pemerintah) tidak menjadi pasar yang kompetitif sempurna? Untuk menjawab pertanyaan ini dengan mempelajari ujung lain dari pasar kompetitif yaitu pasar monopoli bebas (tak teregulasi). Dalam monopoli ,dua diantaranya tidak ada yakni : Pertama, karakteristik jumlah pembeli dan penjual relatif banyak dan tidak ada seorangpun yang memiliki pangsa pasar yang relative substansial dan pasar monopoli hanya memiliki satu penjual dan satu penjual ini memiliki pasar substansial yang signifikan (100%).

B.     Persaingan Oligopoli
Struktur pasar yang tidak murni secara kolektif dinamakan pasar kompetitif tidak sempurna dan salah satu karakteristik pentingnya pasar oligopoly. Dalam suatu oligopoly, dua dari tujuh karakteristik pasar kompetitif sempurna tidak terpenuhi. Pertama, tidak banyak penjual yang hanya ada beberapa penjual besar. Dengan kata lain, sebagian besar pasar dimiliki oleh beberapa perusahaan besar yang secara dimiliki oleh beberapa perusahaan besar yang secara bersama-sama memiliki kemungkinan untuk menerapkan harga. Pangsa pasar yang dimiliki masing-masing perusahaan berkisar antara 25 sampai 90 persen dan perusahaan-perusahaan yang menguasai pangsa pasar ini bisa berjumlah 2 sampai 50 tergantung industrinya. 

Perjanjian Eksplisit
Harga di pasar oligopoly dapat ditetapkan pada tingkat yang menguntungkan mlalui perjanjian eksplisit yang membatasi persaingan. Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar dalam suatu industri, semakin sedikit manajer yang perlu diikutkan dalam persetujuan penetapan harga, dan semakin mudah bagi mereka untuk mencapai persetujuan tersebut. Aspek-aspek menguntungkan dari sebuah pasar bebas akan dinikmati oleh masyarakat sejauh perusahaan-perusahaan monopoli menahan diri untuk tidak membuat perjanjian-perjanjian kolusif yangmematikan persaingan dan menciptakan pengaruh-pengaruh pasar monopoli. Secara khusus tindakan tersebut sangat tidak etis.
Penganalisaannya adalah Sebelum mempelajari etika tindakan anti persaingan, kita perlu memahami secara jelas arti persaingan pasar. Tentu saja kita semua memiliki pemahaman intuitif tentang persaingan antara dua belah pihak atau lebih untuk memperoleh sesuatu yang hanya bisa dimiliki salah satu dari mereka. Namun persaingan pasar melibatkan lebih dari sekedar persaingan antara dua perusahaan atau lebih. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang sifat persaingan pasar, harus memelajari 3 model abstrak yang menggambarkan tiga tingkat persaingan dalam sebuah pasar : persaingan sempurna, monopoli, dan oligopoli.
Dalam pasar bebas memperoleh kebenaran karena mampu mengalokasikan sumber daya dan mendistribusikan komoditas dalam cara-cara yang adil, yang mampu memaksimalkan utilitas ekonomi para anggota masyarakat yang menghargai kebebasan memilih baik para pembeli ataupun penjual. Aspek-aspek moral dan etika berbisnis dari system pasar persaingan bebas ini sangat bergantung pada sifat kompetitif dari sistem itu sendiri.



BAB 5
ETIKA DAN LINGKUNGAN

Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Daya
Ancaman lingkungan berasal dari dua sumber: polusi dan penyusutan sumber daya. Polusi mengacu pada kontaminasi yang tidak diinginkan terhadap lingkungan oleh pembutan atau penggunaan komoditas. Penyusutan sumber daya mengacu pada konsumsi sumber daya yang terbats atau langka.

Etika Pengendalian Polusi
Lembaga bisnis mengabaikan akibat kegiatan mereka terhadap lingkungan sebab:
            1.      Para pelaku bisnis menganggap udara dan air itu barang gratis.
            2.      Bisnis melihat lingkungan sebagai barang tak terbatas.
             
Etika Ekologi
Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari bagian-bagian non-manusia di bumi ini secara intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya nilai intrinsik ini, kita manusia memiliki tugas untuk menghargai dan mempertahankannya.

Hak Lingkungan dan Pembatasan Mutlak
William T. Blackstone menyatakan bahwa kepemilikan atas lingkungan yang nyaman tidak hanya sangat diinginkan, namun merupakan hak bagi setiap manusia. Undang-undang federal menetapkan batasan-batasan atas hak properti pada para pemilik perusahaan. Masalah utama dari pandangan Blackstone adalah pandangan ini gagal memberikan petunjuk tentang sejumlah pilihan yang cukup berat mengenai lingkungan.

Utilitarianisme dan Pengendalian Parsial
Pendekatan utilitarian menyatakan bahwa seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga tidak ingin merugikan kesejahteraan masyarakat.

Biaya Pribadi dan Biaya Sosial
Polusi membebankan biaya eksternal, dan hal ini selanjutnya berarti biaya-biaya produksi (biaya pribadi atau internal) lebih kecil dibandingkan biaya sosial. Akibatnya, pasar tidak menetapkan disiplin potimal pada produsen, dan hasilnya adalah penurunan utilitas sosial. Jadi, polusi lingkungan merupakan suatu pelanggaran atas prinsip-prinsip utilitarian yang merupkan dasar sistem pasar.

Penyelesaian: Tugas-Tugas Perusahaan
Penyelesaian untuk masalah biaya-biaya eksternal, menurut argumen utilitarian yang disebutkan sebelumnya, adalah dengan memasukkan biaya polusi atau pencemaran ke dalam perhitungan atau dengan kata lain, biaya-biaya ini ditanggung oleh produsen dan diperhitungkan untuk menentukan harga komoditas mereka.

Keadilan
Cara utilitarian menangani polusi (dengan menginternalisasikan biaya) tampak konsisten dengan persyaratan keadilan distributif sejauh keadilan distributif tersebut mendukung kesamaan hak.

Biaya dan Keuntungan
Thomas Klein memberikan ringkasan prosedur analisis biaya-keuntungan sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi biaya dan keuntungan
2.      Megevaluasi biaya dan keuntungan
3.      Menambahakan biaya dan keuntungan

Ekologi  Sosial, Ekofeminisme, dan Kewajiban untuk Memelihara
Ekologi sosial menyatakan bahwa apabila pola-pola hierarki dan dominasi sosial belum berubah, maka kita tidak akan bisa menghadapi krisis lingkungan.
Kaum ekofeminis meyakini bahwa meskipun konsep utilitarianisme, hak, dan keadilan memiliki peran terbatas dalam etika lingkungan, namun etika lingkungan yang baik harus memperhitungkan perspektif-perspektif etika memberi perhatian.

Etika Konservasi Sumber Daya yang Bisa Habis
Konservatisme mengacu pada penghematan sumber daya alam untuk digunakan di masa mendatang. Jadi, konservatisme sebagian besar mengacu pada masa depan: kebutuhan untuk membatasi konsumsi saat ini agar cukup untuk besok. Pengendalian polusi merupakan salah satu bentuk konservatisme.

Hak Generasi Mendatang
Tindakan menghabiskan sumber daya berarti mengambil apa yang sebenarnya menjadi milik generasi mendatang dan melanggar hak-hak mereka atas sumber daya tersebut, namun sejumlah penulis menyatakn bahwa salah bila kita berpikir generasi mendatang juga punya hak.

Keadilan bagi Generasi Mendatang
John Rowls: meskipun tidak adil bila memberikan beban yang berat bagi generasi sekarang demi generasi mendatang, namun juga tidak adil bila generasi sekarang tidak meninggalkan apa-apa sama sekali bagi generasi mendatang.

Pertumbuhan Ekonomi
Sejumlah penulis menyatakan bahwa jika kita menghemat sumber daya alam yang langka  agar generasi mendatang bisa memperoleh kualitas kehidupan yang memuaskan, maka kita perlu mengubah sistem perekonomian secara substansial, khususnya dengan menekan usaha-usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
BAB 6
ETIKA PRODUKSI DAN PEMASARAN KONSUMEN

1.      PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dalam konsep pendekatan pasar persaingan bebas, pasar bebas mendukung alokasi penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu secara adil, mengharagai hak dan kewajiban serta nilaiutilitas maksimum bagi para pengguna pasar atau yang berpartisipasi dalam pasar. Dari uraian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa dalam pasar, perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh keinginan dari paa konsumen. Produsen yang mampu memenuhi keinginan para kosumen akan memperoleh insentif dengan kenaikan tingkat penjualan produknya dan begitu pula sebaliknya.
“Konsumen, dengan cita rasa mereka yang diekspresikandalam pilihan atas produk, mengarahkan bagaimana sumberdaya masyarakata disalurkan.”
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam pasar perlindunan konsumen adalah suatu komoditi yang amat penting yang menjadi perhatian dan prioritas dari para produsen. Produk yang yang lebih aman akan menjadi preferensi oleh konsumen dimana para konsumen berani membayar lebih untuk itu. Tujuh karateristik pasar yang mampu memberikan keuntungan yang secara utuh terhadap konsumen, antara lain:
a.       Banyak pembeli dan penjual
b.      Semua orang bebas keluar masuk pasar
c.       Semua orang memiliki informasi yang lengkap
d.      Semua barang di pasar sama
e.       Tidak ada biaya ekternal
f.       Semua pembeli dan penjual adalah pemaksimalan utilitas
g.      Pasar tidak diatur
Namun pada orientasinya, kondisi pasar tidaklah tergambar sedemikian adanya, contoh pada point c, tidak semua orang memiliki informasi yang relevan terhadap kegunaan barang yang dibeli ataupun akibat-akibat yang mungkin terjadi akibat pemakaian produk tersebut.  Fakta lain adalah masalah yang terdapat pada option a, yaitu banyaknya para penjual dan pembeli di pasar. Hal ini memang benar adanya, tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa diabaikan dengan menutup mata bahwa sebagian besar pasar adalah pasar yang bersifat monopoli atau oligoli. Hal ini yang menjadi penyangkal bahwa terjadi pasar bebas yang mampu menciptakn keadilan bagi para konsumen. Secara keseluruhan tidak terlihat bahwa kekuatan pasar mampu menghadapi semua pertimbangan konsumen tentang keamanan, bebas resiko dan nilai. Kegagalan pasar, yang di tunjukkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh konsumen yang tidak rasional ketika ketika kita memilih, dan pasar terkonsentrasi, berarti menolak argument yang berusaha menunjukkan bahwa pasar saja sudah mampu memberikan perlindungan yang memadai konsumen.  Jadi konsumen harus dilindungi dengan mengunakan struktur hukum  pemerintah dan juga inisiatif sukarela dari pelaku bisnis yang bertanggungjawab.
Lalu apa kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingan nya, dan apa kewajiban produsen untuk melindungi kepentingan konsumen? Sejumlah teori yang berbeda tentang tugas etis produsen yang telah di kembangkan, masing masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produsen pada konsumen pada pandangan-pandangan beikut ini :

PANDANGAN KONTRAK KEWAJIBAN PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN
Teori kontrak tentang tugas perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada pandangan bahwa  kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak lain terkait untuk melaksanakan isi persetujuan tersebut.
Ada 4 kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk :
a)      Mematuhi isi perjanjian penjualan dan kewajiban sekunder
b)     Memahami sifat produk,
c)      Menghindari misrepresentasi
d)     Menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh
Dengan bertindak sesuai dengan kewajiban-kewajiban tersebut, perusahaan berarti menghormati hak konsumen untuk diperlakukan secara individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata lain, sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka.



KEWAJIBAN UNTUK MEMATUHI
Kewajiban moral paling dasar adalah kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan karakteristik persis seperti yang dinyatakan perusahaan, yang mendorong konsumen untuk membuat kontrak sukarela dan membentuk pemahaman onsumen tentang apa yang di setujui akan dibelinya.
Sebagai contoh : penjual memiliki kewajiban moral untuk memberikan suatu produk yang dapat dipakai secara aman untuk tujuan tujuan umum dan khusus dimana konsumen sangat bergantung pada penilaian penjual , mempercayai bahwa produk yang dapat di gunakan seperti yang di janjikan. Maka penjual wajib melakukan apa yang bias dilakukan agar pembeli memahami apa yang dijanjikannya dan pada saat penjualan, pihak penjualan wajib memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin terjadi dan yang mereka sadari. Gagasan tentang perjanjian ini dimasukkan dalam UU. Bagian 2-315 Uniform Comercial Code, misal menyatakan :“ Apabila penjual pada saat membuat kontrak memiliki alas an untuk mengetahui untuk barang yang di jual nya akan digunakan dan bahwa pembeli bergantung pda keahlian atau penilaian penjual untuk memilih barang yang sesuai, maka jaminan secara langsung bahwa barang barang tersebut sesuai untuk keperluan yang di maksud”.

KEWAJIBAN UNTUK MENGUNGKAPKAN
Penjual akan membuat perjanjian dengan konsumen yang berkewajiban untuk mengungkapkan dengan tepat apa yang akan di beli konsumen dan apa saja syarat penjualannya. Contoh : jika pada produk yang di beli konsumen terdapat cacat yang berbahaya atau beresiko pada kesehtan , maka konsumen harus di beritahu. Ada yang mengatakan bahwa penjual juga perlu menjelaskan komponen atau unsur unsur yang terdapat di suatu produk , dll. Perjanjian dilakukan dengan bebas dan kebebasan memilih bergantung pada pengetahuan, maka transaksi kontraktual harus didasarkan pada pertukaran informasi yang terbuka. Jika konsumen harus melakukan tawar menawar untuk mendapatkan informasi , maka kontrak yang dihasilkan juga tidak bias dikatakan bebas.


2.      TEORI DUE CORE
Teori “due core” tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli san konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat renta terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan keadailan yang tidak dimiki oleh konsumen.

Tugas untuk meberikan perhatian.
Menurut teori “due core (memberi perhatian), perusahaan dikatakan memberikan perhatian yang memadai jika mereka melakukan langka-langka untuk mencegah pengaruh-pengaruh merugikan yang dapat diperkirakan terjadi akibat pengunaan produk mereka oleh konsumen,setelah melakukan pengamatan atas cara bagaimana produk tersebut digunakan untuk dan setelah mengatisipasi semua kemungkinan kesalahan penggunaannya.

Kelemahan Teori “due core”
Hambatan utama teori “due core” adalah tidak ada metode yang menjelaskan untuk menentukan kapan seorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai. Dengan kata lain tidak ada peraturan yang tepat guna menentukan sejauh mana sebuah perusahaan perlu memberikan jaminan keamanan atas produknya.

3.      PANDANGAN BIAYA SOSIAL TENTANG KEWAJIBAN PERUSAHAAN
Dasar dari teori ketiga ini tentang kewajiban perusahaan adalah sejumlah asumsi utilitarian tetang nilai efisiensi. Teori ini mengasumsikan bahwa penggunaan Sumber daya yang efisien adalah sangat penting bagi masyarakat sehingga biaya social harus dialokasikan dalam cara apapun yang dapat mengarahkan pada penggunaan dan pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus menanggung biaya sosial yang diakibatkan oleh kerusakan cacat dalam produksi meskipun sama sekali tidak ada unsur pengabaian dan tidak ada hubungan kotraktual antara perusahaan dengan pemakai.

Masalah dengan Pandangan Biaya Sosial.
Pandangan ini dianggap tidak adil, karena melanggar norma-norma keadilan konpensatif. Keadilan konpensatif mengimplikasikan bahwa seorang wajib memberikan ganti rugi pada pihak yang dirugikan hanya jika mampu memperkirakan dan melakukan tindakan untuk mencegahnya. Dengan memaksa perusahaan membayar ganti rugi atas akibat akibat yang tidak bias mereka perkirakan atau mereka cegah, maka teori ini biaya social (dan teori hokum ”pertanggung jawaban penuh“ ) memperlakukan perusahaan secara tidak adil. Lebih jauh lagi , sejauh teori biaya social mewajibkan semua biaya kerugian di tanggung semua konsumen(dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi) , maka berarti konsumen juga di perlakukan secara tidak adil.

4.      ETIKA IKLAN
Iklan memberikan sejumlah pengaruh buruk pada masyarakat : menurunkan citarasa, merupakan pemborosan sumber daya, dan menciptakan monopoli. Untuk menentang ataupun mendukung iklan berdasarkan pengaruh-pengaruhnya pada masyarakat, diperlukan penelitian lebih jauh tentang sifat pengaruh pisikologis dan ekonomi iklan.

Iklan dan Pembentukan Keinginan Konsumen.
Iklan semacam ini dikatakan manipulasi sejauh meniadakan penalaran sadar dan berusaha memengaruhi konsumen untuk melakukan apa yang diinginkan pembuat iklan dan bukan apa yang diinginkan konsumen sendiri.

5.      PRIVASI KONSUMEN
Secara umu hak memperoleh privasi adalah hak untuk tidak digangu. Dalam arti sempit, hak privasi dapat didefenisikan sebagai hak seorang untuk memutuskan apa, pada siapa, dan beberapa banyak informasi tentang dirinya yang boleh diungkapkan pada pihak lain. Beberapa pertimbangan diusulkan sebagai kunci untuk menyembangkan kebutuhan bisnis dengan hak privasi diantaranya :
1) relevansi,
2) pemberitahuan
3) persetujuan
4) ketepatan
5) tujuan
6) penerima dan keadilan. 

Contoh Pelanggaran Etika Pemasaran dan Etika Produksi yang dilakukan oleh Produk Indomie dari Indonesia di Taiwan
Menjelang dibukanya persaingan pasar bebas, Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini sangat penting diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.  Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Komentar dan saran dari artikel di atas :
Dari pembahasan diatas terdapat beberapa faktor yang menjadikan produk indomie dilarang dipasarkan dinegara Taiwan. Beberapa faktor dianataranya adalah harga yang di tawarkan, bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan sejenis dengan kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang digunakan indomie dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian di Taiwan,namun menurut Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan berbeda, indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu , gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Jadi jelas etika dalam berbisnis sangat perlu diperhatikan sehingga masalah yang sekiranya akan terjadi dapat di selesaikan dengan baik tanpa harus ada salah satu pihak yang dirugikan.




BAB 7
ETIKA DAN DISKRIMINASI PEKERJAAN

1.      Sifat Diskriminasi Pekerjaan
Arti diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya, tindakan yang secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Berbeda dengan pengertian modern, istilah ini secara moral tidak netral. Karena membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau sikap yang secara moral tercela.
Diskriminasi dalam ketenagakerjaan melibatkan tiga elemen dasar. Pertama, keputusan yang merugikan seorang pegawai atau calon pegawai bukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Kedua, keputusan yang sepenuhnya atau sebagian diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual, streotip yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu. Ketiga, keputusan yang merugikan pada kepentingan pegawai.

2.      Tingkat Diskriminasi
Indikator pertama diskrimnasi muncul apabila terdapat proporsi yang tidak seimbangatas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka. Ada tiga perbandingan yang membuktikan distribusi semacam itu.
a.       Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain.
b.      Perbandingan atas proporsi kelompok yang terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkt yang sama
c.       Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan yang lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok lain pada jabatan yang sama.

3.      Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan Utilitas
Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberiakn berdasarkan kompetensi (’kebaikan’).
Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan. Pertama, jika argumen ini benar, pekerjaan haruslah diberikan dengan dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya jika hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, argumen utilitarian harus menjawab tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan mem[peroleh keuntungan dari keberadaan bentuk diskriminasi seksual tertentu.
Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan bahwa menggunakan faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan kualifikasi pekerjaan.
·         Hak
Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya menyatakan diskriminasi salah karena melanggar hak moral dasar manusia. Diskriminasi melanggar hak prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi didasarkan pada keyakinan suatu kelompok dianggap terlau rendah dibanding kelompok lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah.
·         Keadilan
Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar prinsip keadilan. Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara menutup kesempatan bagi kaum mnoritas untuk menduduki posisi tertentu dala suatu lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh kesempatan yang sama dengan orang lain.
·         Praktik Diskriminasi
a.       Rekrutmen, Perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada referensi verbal para pegawai saat ini dalam merekrut karyawan baru cenderung merekrut karyawan dari kelompok ras dan seksual yang sama yang terdapat dalam perusahaan.
b.      Seleksi, kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak relevan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
c.       Kenaikan pangkat, dikatakan diskriminatif jika perusahaan memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai perempuan dan pegawai dari kelompok minoritas.
d.      Kondisi pekerjaan, pemberian gaji akan diskriminatif jika dalam jumlah yang tidak sama untuk orang yang melaksanakan pekerjaan yang pada dasarnya sama
e.       PHK, memecat berdasarkan pertimbangan ras, dan jenis kelamin merupakan diskriminasi.     

4.      Tindakan Afirmatif
Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan dan minoritas.
Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan. Tujuan penyelidika untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan yang diperkirakan dari tingkat ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah tempat mereka direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoorinasikan dan melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Bagi banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan pekerjaan berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak sepenuhnya legal. Namun, yang lain menginterpretasikan ”rekomendasi” secara lebih sempit, yaitu senioritas tidak dapat diberikan hanya karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok yang dirugikan.
·         Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib memberikan kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya, program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena telah merugikan mereka di masa lalu.          Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang sengaja merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu yang dirugikan.
·         Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial
Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas program afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Kedua, mempertanyakan asumsi bahwa ras merupakan indikator kebutuhan yang tepat.
Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip keadilan distributif, dan mampu menghapuskan dominasi rasatau jenis kelamin tertentu atas kelompok pekerjaan yang penting.
Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil. Kesempatan yang dimiliki seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah sejauh usaha untuk memperoleh kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap sah.
·         Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan afirmatif.

Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip moral. Jika argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten dengan prinsip moral.